Pertanian Ditinggalkan, Kembalikan Identitas Desa!!

Spread the love

Seorang sahabat saya, meninggalkan desanya karena menuntut pendidikan di kota, namun sekitar 10 tahun kemudian kembali ke kampung halamannya. Dan hanya satu pertanyaan yang disampaikan pada sanak keluarganya, mengapa lahan disebelah rumah tidak digarap oleh pemiliknya? Lalu sanak keluarganya menjawab, bahwa lahan disebelah rumah sudah dibeli oleh orang luar dan berasal dari ibukota. Pertanyaan saya, apakah ada diantara kita yang mengalami sama dengan pertanyaan sahabat saya, pada sanak keluarganya?, mungkinah kondisi itu sudah menjadi tradisi sahabat saya, setiap meninggalkan kampung halamannya dan kembali lagi ke desanya dan mendapatkan lagi kondisi lahan sudah terbeli oleh orang yang berasal dari ibukota.

Desa sebagai wilayah yang identik sebagai lahan pertanian, yang mengasilkan rempah-rempah masakan dan sumber daya makanan pokok lainnya. Kini masyarakat desa hanya dapat membeli ke pasar dan selalu menunggu kiriman dari luar. Padahal nenek moyang kita mengajarkan secara turun temurun, bahwa desa merupakan lahan yang subur sebagai wilayah agraris yang dapat tumbuh berbagai sumber bahan makanan pokok. Pertanyaanya apakah lahan itu sampai kini masih ada? Atau jangan sampai sudah tumbuh wilayah sektor pabrik dan perindustrian.

Presiden RI Joko Widodo, pernah menyampaikan dalam pidatonya, bahwa Indonesia merupakan negara agraris dan negara rempah-rempah. Pidato bapak Presiden itu, sebenarnya telah menyadari untuk berkomitmen bahwa sebenarnya negara kita merupakan negara penghasil rempah-rempah. Sejarah mencatat bahwa kehadiran penjajah di nusantara, negeri kita tercinta hanya memaksa petani untuk menanan dan mengejar rempah-rempah. Sejalan itu, nenek moyang kita juga, tidak pernah mengajari kita untuk menjadi negara industri, apa lagi kawasan industri, namun nenek moyang kita hanya mengajarkan cara menanam yang baik, agar menikmati buahnya di masa mendatang.

Kampanye kesadaran yang disampaikan oleh Bapak Joko Widodo, semoga menjadi bagian dari bentuk penolakan akan masuknya penguasaan industrialialisasi, kaum kapitalis dan pengembang perumahan yang semakin merambah di desa-desa dan hilangnya persawahan dan perkebunan. Bukankah dulu modal bagi anak desa melanjutkan pendidikan, karena hasil pertanian dan sawah, yang melimpah itulah sehingga anak-anak desa bisa menggapai impian menjadi sarjana dan bahkan menjadi petinggi di negeri ini.

Presiden Jokowi seharusnya perlu melakukan pidato kenegaraan secara khusus, untuk menyampaikan pada seluruh pengembang di negeri ini, bahwa jangan sampai mengambil lahan pertanian di desa-desa, terutama kawasan yang produktif. Kalau ini di lakukan oleh Presiden, maka perlu diapresiasi bagi warga masyarakat di desa, sebagai bentuk mengembalikan identitas desa sebagai wilayah agraris, wilayah rempah-rempah dan wilayah yang menghasilkan sumber pangan.

Mengembalikan identitas desa sebagai wilayah agraris, berarti kita mendukung penolakan impor bahan pangan dari luar. Bukankah kita tidak terlambat, membina petani dan memberikan bibit unggul agar petani tetap bergairah menjadi petani. Kondisi saat ini, di kampung-kampung banyak petani yang menganggur dan memilih menjadi buruh bangunan harian dan buruh musiman di kawasan industri. Pemerintah perlu tegas, agar tetap mengembalikan lahan tidur di desa yang sudah terbeli dari orang-orang dari ibukota untuk di olah oleh masyarakat setempat. Semoga kampanye penyadaran yang dilakukan oleh presiden Joko Widodo, bukan hanya sebatas konsep, namun perlu aplikatif untuk menata lahan melalui instansi terkait agar negeri ini tetap eksis sebagai negara agraris dan negara rempah-rempah sebagaimana ajaran nenek moyang kita.

 

Suwaib Amiruddin

Sosiolog