BETULKAH TAHUN 2022, KONSOLIDASI PARTAI POLITIK?

Spread the love

Tahun 2022 merupakan tahun yang sangat menentukan dinamika politik Indonesia dari sabang sampai merauke. Mengapa demikian? 2022 tahun yang sangat dekat dengan agenda pesta demokrasi di indonesia pada tahun 2024. Pesta demokrasi itu, diagendakan pemilihan anggota legislatif (DPRD dan DPRI) dan pemilihan presiden dan wakil presiden. Jadi wajar kalau tahun 2022 dijadikan sebagai momentum konsolidasi politik. Selain itu pula ditahun 2022 merupakan tahun pertarungan partai politik untuk berjuan keras agar lulur verivikasi secara administrasi agar dapat ikut bertarung di tahun 2024.

Tulisan ini hanya merupakan salah satu perenungan saja, bagi kalangan partai politik untuk menghadapi situasi pemilu tahun 2024, baik kontekstasi pemilihan kepala daerah dan pemilihan presiden dan wakil presiden. Situasi konsolidasi juga jangan sampai terlewatkan seleksi calon anggota legislatif juga sangat penting menjadi salah satu fokus perhatian bagi partai politik. Konsolidasi internal partai dan tim yang dibentuk oleh partai dalam percepatan curi start dalam menggalng kaderisasi dan partisipan partai salah satu solusi alternatif jangka pendek harus dilakukan.

Tarik menarik kepentingan ditahun 2022 sangat terasa hawa panas kepentingan. Tidak sedikit kelompok yang bekerja keras untuk tetap mempertahankan parati politiknya agar tetap dapat bertarung di tahun 2024. Dan bahkan ada juga yang sudah putus asa atas keberadaan partai politiknya, sehingga ada individu berpindah organisasi partai politik agar tetap aman dalam menghadapi agenda politik di tahun 2024. Kelompok maupun individu itu, masing-masing mengalami kecemasan yang masuk akal, karena kekuatan partai politik dalam agenda pesta demokrasi di tahun 2024 sangat menentukan.

Kalau demikian, tahun 2022 pun juga menjadi penentu karir politik seseorang untuk dapat tetap lanjut dalam pertarungan politik di tahun 2024. Tarik menarik kepentingan pun, seringkali memunculkan selisih paham antara pengurus partai yang lama dengan kelompok atau individu sebagai pendatang baru di partai politik. Kesemua itu, merupakan akumulasi masih adanya ketidakmampuan kader partai politik untuk tetap mempertahankan eksistensinya. Kondisi itu, telah mengancam banyaknya partai politik yang “gulung tikar” dan atau “tutup sekretariat” karena ketidak mampuan mempertahankan eksistensinya.

Fenomena itu akan terjadi di tahun 2022, karena Komisi pemilihan umum akan mengumumkan partai politik yang berhak dan tidak berhak untuk ikut pada pemilihan umum tahun 2024. Administrasi dan kaderisasi yang tidak matang sehingga kelompok yang mengurus partai politik merasa kehabisan energi untuk dapat bertahan hingga saat ini. Persoalan yang lebih krusial lagi dalam mengurus partai politik yang membuat bercerai berai adalah tingkat kematangan ideologi yang tidak menguntungkan individu bergabung pada partai politik. Selain itu dukungan material kader terhadap partai politiknya sangat minim, sehingga pembiayaan pada kader kurang diperhatikan.

Memiliki Kesamaan Pandangan

Kematangan ideologi dalam berpartai, tentunya bukan hanya sekedar memiliki kesamaan pandangan. Akan tetapi lebih terpenting lagi adalah komitmen individu bergabung pada partai politik sudah sesuai dengan kehendak pribadinya dan atau jangan sampai hanya karena ada kepentingan tertentu dan hanya sesaat. Kematangan individu dalam berpartai perlu diperkuat, karena jangan sampai individu tersebut, apabila tidak tercapai kepentingannya akan berpindah ke partai politik lainnya. Kalau itu terjadi, maka politisi  tidak akan merasa bagian dari partai politik dan akan hanya menjadi bagian dari dirinya sendiri dan kepentingannya sendiri.

Demikian halnya eksistensi sebuah partai politik akan kuat apabila ditunjang dengan kemampuan material diinternal organisasi partai politik. Mengapa materi penting dalam partai politik? Karena partai politik perlu membangun infrastruktur secara material, misalnya pengadaan pembangunan gedung partai serta perangkat-perangkat administrasi lainnya. Dukungan gedung sebuah partai politik perlu diutamakan untuk dibangun, agar sebuah organisasi partai politik memiliki identitas yang lebih jelas sebagai wadah aspirasi masyarakat. Sehingga kedepan tidak ditemukan lagi gedung partai politik setiap tahun berpindah-pindah dan akhirnya hilang identitasnya. Dukungan materi dari kader internal partai politik perlu juga dipertimbangkan kedepannya, agar regulasi partai politik sebagai organisasi dapat berjalan berkesinambungan.

Kondisi ketidakmampuan itulah, sehingga banyak partai politik kehilangan identitasnya seiring dengan dinamika politik yang semakin berkembang saat ini. Eksistensi dan keberadaan partai politik itu sendiri, merupakan cerminan dari eksistensi kader-kader partai politik. Artinya, kalau kader dan simpatisan partai politik memiliki integritas dukungan secara semangat dan dukungan material, maka partai politik sebagai organisasi dapat tetap menjadi wadah mensukseskan agenda politik seseorang maupun secara organisasi. Namun sebaliknya, apabila individu maupun kelompok, merasa bukan bagian dari partai politik sebagai organisasi, maka akan membawa dampak sangat negatif pada partai politik. Lebih tidak wajar lagi, apabila individu atau seseorang bergabung pada partai politik menjelang perhelatan agenda politik dilaksanakan dengan berbagai strategi dan cara yang dilakukan untuk mendapatkan rekomendasi pada partai politik.

Fenomena dukungan rekomendasi partai politik itulah, membuat internal partai politik sebagai organisasi kader seringkali terjadi perpecahan. Munculnya perpecahan itu, memicu pula roda administratif partai politik mengalami kekacauan, karena muncul berbagai kubu atau kelompok-kelompok dalam menentukan kebijakan dan agenda partai politik secara internal. Kekacauan itu, menimbulkan adanya kelompok yang puas dan tidak puas atau kelompok setuju dan tidak setuju atas kebijakan elit partai politik itu, sehingga perjuangan partai politik pun tidak maksimal dalam memperjuangkan individu yang diberikan rekomendasi untuk bertarung dalam kegiatan agenda partai politik.

Egoisme elit politik pada internal partai politik perlu ditinjau kembali, karena partai politik merupakan organisasi kaderisasi yang sangat dibutuhkan kematangannya dalam menentukan yang terbaik. Memilih yang terbaik dalam setiap perhelatan politik, tentulah sangat tidak gampang. Apabila pengambilan kebijakan pada internal partai politik dilakukan secara terbuka dengan melibatkan unsur-unsur keterwakilan kader dan simpatisan partai politik, tentunya tidak akan menemukan kebuntuan dalam menemukan langkah dan strategi yang terbaik. Kemenangan dalam setiap perhelatan politik, tentunya perlu dukungan secara sukarela dari kader dan simpatisan partai politik. Namun hal itu dapat terwujud, apabila kematangan elit partai politik mampu menjembatani antara kepentingan elit partai dengan kader dan simpatisan. Mempertemukan kelompok kepentingan itu, bukanlah persoalan “gampang-susah”, tapi perlu stabilisasi dalam internal partai politik.

Bisa Membaca Situasi

Menciptakan kondisi yang stabil dalam internal partai politik, bukan hanya kesamaan visi dan misi semata dikedepankan. Lebih penting lagi adalah menyamakan persepsi elit partai dengan kader dan simpatisan dalam menentukan hal yang terbaik dalam setiap kebijakan dan rekomendasi yang dilahirkan dalam setiap mendukung indivividu dalam setiap pertarungan politik. Kemenangan-kekalahan dalam setiap perhelatan politik itu, tergantung pada kesediaan kader dan simpatisan untuk bergerak diinternal akar rumput dan arus simpatisan paling bawah. Dukungan simpatisan merupakan energi yang sangat kuat dalam mencapai keinginan politik secara internal tentang apa yang diagendakan oleh partai politik.  

            Mewujudkan keseimbangan antara elit partai politik dengan kader dan simpatisan, hanya dapat dilakukan dengan strategi pembinaan dan pemberdayaan secara politik. Pembinaan dapat dilakukan dengan cara memberikan pengetahuan tentang hak-hak dalam menyampaikan aspirasi politiknya sebagai warga negara. Kebanyakan partai politik hanya memberikan kedekatan dan sentuhan secara langsung terhadap simpatisannya pada saat menjelang perhelatan agenda politik. Demikian halnya pemberdayaan terhadap simpatisan dapat dilakukan dengan memperjuangkan aspirasi berdasarkan kebutuhan simpatisan secara khusus dan masyarakat pada umumnya. Banyak ditemukan tentang kebuntuan kebijakan pemerintah saat ini, sehingga dibutuhkan keberadaan elit partai politik.

Partai politik sebagai organisasi dan elit politik sebagai pelaksana organisasi diharapkan menjadi jembatan untuk menghubungkan antara aspirasi masyarakat dengan pengambil kebijakan agar masyarakat merasa ada kehadiran partai politik. Selama ini menjadi kritikan dan sorotan tajam masyarakat terhadap partai dan elit politik, karena tidak dianggap partai politik sebagai jembatan aspirasi dalam setiap keinginan dan kebutuhan masyarakat. Padahal partai politik sebagai organisasi merupakan wadah yang sangat strategis dibutuhkan kehadirannya oleh masyarakat sebagai jembatan aspirasi terhadap pengambil kebijakan.

Kehadiran partai politik perlu menyadari bahwa tahun 2022 merupakan tahun yang sangat menentukan maju atau tidaknya atau berhasil tidaknya untuk melangkah di tahun 2024. Tahun 2022 perlu dijadikan sebagai perenungan dan kerja keras partai politik baik secara organisasi maupun dukungan kader internal untuk bekerja bersama dengan mementingkan ideologi bersama dibandingkan keberhasilan secara individu. Komitmen internal elit partai politik, bukan hanya sekedar mengedepankan strategi kemenangan untuk meraih suara semata, akan tetapi bagaimana mendudukkan kader dan simpatisan untuk melaukan rekruitmen posisi strategis pada agenda pemilihan umum yang akan berlangsung di tahun 2024. Hal itu mendasr, agar kehidupan Bangsa Indonesia dapat menemukan kader-kader politisi yang unggul dan memiliki integritas membangun masyarakat Indonesia yang lebih baik dan lebih bermartabat hidupnya.

Suwaib Amiruddin

Sosiolog